Perbincangan mengenai pornografi tak ada habisnya. Mulai obrolan
warung kopi hingga telaah para pakar dari berbagai bidang. Apalagi sejak
kasus video asusila yang melibatkan sejumlah nama selebriti yang
menjadi idola anak muda merebak ke khalayak. Dampaknya anak-anak pun
mulai kritis dan berani bertanya. Seputar relasi berpasangan hingga
bertanya bagian tubuhnya. Membentengi anak dan keluarga dengan cara yang
tepat menjadi tantangan orangtua dan masyarakat di era multimedia
seperti ini.
Khofifah Indar Parawansa, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat
Nahdlatul Ulama (NU) menegaskan, peran keluarga menjadi ujung tombaknya.
Melihat dunia cyber semakin sulit dipagari, orangtua sudah harus lebih
bijak menjawab semua pertanyaan anak seputar tubuh dan relasi
berpasangan.
“Anak akan mencari tahu dari teman jika tidak mendapatkan jawaban
yang baik dari orangtuanya. Anak sejak sedini mungkin harus diajarkan
tanggungjawab dan implikasi dari tindakannya,”
Menurut Khofifah, peran orangtua yang mendasar terbagi dua:
1. Mengajari anak tanggungjawab
Memberikan pemahaman mengenai adanya implikasi dari apapun tindakan anak, dan mengajarkan anak mengenai tanggungjawab. Hanya saja caranya memang menyesuaikan usia dengan bahasa yang bisa dimengerti anak. Dengan begitu anak memahami kehormatan diri, keluarga, dan juga bangsanya. Anak akan menjaga dirinya dengan lebih bersikap bertanggungjawab atas setiap tindakannya. Cara ini perlu diterapkan sejak kecil.
Memberikan pemahaman mengenai adanya implikasi dari apapun tindakan anak, dan mengajarkan anak mengenai tanggungjawab. Hanya saja caranya memang menyesuaikan usia dengan bahasa yang bisa dimengerti anak. Dengan begitu anak memahami kehormatan diri, keluarga, dan juga bangsanya. Anak akan menjaga dirinya dengan lebih bersikap bertanggungjawab atas setiap tindakannya. Cara ini perlu diterapkan sejak kecil.
2. Memastikan anak paham implikasi
Membuka wawasan anak, terutama ketika sudah muncul keingintahuan dari mereka, bahwa ada banyak hal yang bisa menjebloskannya dalam masalah besar. Contohnya pergaulan yang cenderung negatif, narkoba, hingga seks bebas. Dengan komunikasi dan pemahaman yang komprehensif, anak terbantu memahami implikasi dari setiap perbuatannya. Tak sekadar tahu namun menyadari bahwa ada risiko yang ditimbulkan dari perilakunya.
Membuka wawasan anak, terutama ketika sudah muncul keingintahuan dari mereka, bahwa ada banyak hal yang bisa menjebloskannya dalam masalah besar. Contohnya pergaulan yang cenderung negatif, narkoba, hingga seks bebas. Dengan komunikasi dan pemahaman yang komprehensif, anak terbantu memahami implikasi dari setiap perbuatannya. Tak sekadar tahu namun menyadari bahwa ada risiko yang ditimbulkan dari perilakunya.
Selain peran orangtua dan keluarga, Khofifah menegaskan pentingnya
peranan pemerintah untuk segera bertindak bersama aparat kepolisian.
Operasi warnet untuk menghentikan pornografi melalui multimedia,
katanya.
“Bahkan anak-anak ditawarkan menonton pornografi dengan membayar Rp
1.000, dan ini terjadi di Jawa Timur. Pornografi juga selalu muncul di
sekolah melalui multimedia. Meski sudah dibersihkan (proteksi internet,
RED) masih saja muncul setiap pagi, siang, sore,” imbuh Khofifah,
prihatin.
Ia meminta pemerintah menggunakan wewenangnya untuk monitoring dan
memberantas sajian negatif di multimedia. Ia memberi contoh di
Singapura, di mana menteri pendidikan turun tangan mengatasi dan
memberantas pornografi melalui multimedia. Begitupun di Malaysia,
wewenang pemerintah luar biasa bisa menghentikan pornografi melalui
multimedia, terutama di sekolah. Lantas bagaimana cara Indonesia
memproteksi anak belia dari dampak negatif pornografi dan multimedia?
Sumber : www.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar