Sabtu, 17 November 2012

Pentingnya Belajar Tanggung Jawab Sejak Dini

Perbincangan mengenai pornografi tak ada habisnya. Mulai obrolan warung kopi hingga telaah para pakar dari berbagai bidang. Apalagi sejak kasus video asusila yang melibatkan sejumlah nama selebriti yang menjadi idola anak muda merebak ke khalayak. Dampaknya anak-anak pun mulai kritis dan berani bertanya. Seputar relasi berpasangan hingga bertanya bagian tubuhnya. Membentengi anak dan keluarga dengan cara yang tepat menjadi tantangan orangtua dan masyarakat di era multimedia seperti ini.
Khofifah Indar Parawansa, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) menegaskan, peran keluarga menjadi ujung tombaknya. Melihat dunia cyber semakin sulit dipagari, orangtua sudah harus lebih bijak menjawab semua pertanyaan anak seputar tubuh dan relasi berpasangan.


“Anak akan mencari tahu dari teman jika tidak mendapatkan jawaban yang baik dari orangtuanya. Anak sejak sedini mungkin harus diajarkan tanggungjawab dan implikasi dari tindakannya,”

Menurut Khofifah, peran orangtua yang mendasar terbagi dua:
1. Mengajari anak tanggungjawab
Memberikan pemahaman mengenai adanya implikasi dari apapun tindakan anak, dan mengajarkan anak mengenai tanggungjawab. Hanya saja caranya memang menyesuaikan usia dengan bahasa yang bisa dimengerti anak. Dengan begitu anak memahami kehormatan diri, keluarga, dan juga bangsanya. Anak akan menjaga dirinya dengan lebih bersikap bertanggungjawab atas setiap tindakannya. Cara ini perlu diterapkan sejak kecil.
2. Memastikan anak paham implikasi
Membuka wawasan anak, terutama ketika sudah muncul keingintahuan dari mereka, bahwa ada banyak hal yang bisa menjebloskannya dalam masalah besar. Contohnya pergaulan yang cenderung negatif, narkoba, hingga seks bebas. Dengan komunikasi dan pemahaman yang komprehensif, anak terbantu memahami implikasi dari setiap perbuatannya. Tak sekadar tahu namun menyadari bahwa ada risiko yang ditimbulkan dari perilakunya.
Selain peran orangtua dan keluarga, Khofifah menegaskan pentingnya peranan pemerintah untuk segera bertindak bersama aparat kepolisian. Operasi warnet untuk menghentikan pornografi melalui multimedia, katanya.
“Bahkan anak-anak ditawarkan menonton pornografi dengan membayar Rp 1.000, dan ini terjadi di Jawa Timur. Pornografi juga selalu muncul di sekolah melalui multimedia. Meski sudah dibersihkan (proteksi internet, RED) masih saja muncul setiap pagi, siang, sore,” imbuh Khofifah, prihatin.
Ia meminta pemerintah menggunakan wewenangnya untuk monitoring dan memberantas sajian negatif di multimedia. Ia memberi contoh di Singapura, di mana menteri pendidikan turun tangan mengatasi dan memberantas pornografi melalui multimedia. Begitupun di Malaysia, wewenang pemerintah luar biasa bisa menghentikan pornografi melalui multimedia, terutama di sekolah. Lantas bagaimana cara Indonesia memproteksi anak belia dari dampak negatif pornografi dan multimedia?
Sumber : www.kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar